- Sejarah Jual Beli di Maluku
a. Masa Pra-Kolonial
Perdagangan Rempah-rempah: Maluku dikenal sebagai “Kepulauan Rempah” karena kekayaan pala dan cengkih. Komoditas ini sudah diperdagangkan sejak abad ke-7 antara masyarakat lokal dan pedagang dari Arab, India, dan Cina.
Sistem barter: Masyarakat lokal melakukan barter (tukar barang) sebagai bentuk transaksi, misalnya ikan ditukar dengan sagu atau rempah.
b. Masa Kolonial
Monopoli dagang: VOC (Belanda) mendirikan monopoli atas perdagangan cengkih dan pala, memaksa masyarakat hanya menjual kepada mereka.
Pasar tradisional: Meski VOC memonopoli rempah, aktivitas pasar lokal tetap hidup, terutama untuk kebutuhan sehari-hari.
Kampung dagang: Ternate dan Tidore menjadi pusat aktivitas dagang, bahkan memiliki hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan luar.
c. Masa Kemerdekaan hingga Kini
Revitalisasi pasar: Pasar tradisional menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat. Pasar Mardika di Ambon adalah contoh pasar besar yang masih eksis.
Kegiatan ekonomi informal: Banyak warga berdagang hasil laut, rempah, sayur-mayur, dan kerajinan tangan di pasar atau secara keliling.
- Kebiasaan Jual Beli atau Belanja di Maluku
a. Budaya Pasar Tradisional
Belanja pagi hari: Warga biasa berbelanja kebutuhan pokok di pagi hari, terutama bahan segar seperti ikan dan sayur.
Tawar-menawar: Proses jual beli penuh interaksi sosial dan tawar-menawar harga.
Pedagang keliling: Masih banyak pedagang yang menjajakan barang dari rumah ke rumah, terutama di desa.
b. Produk Lokal Favorit
Ikan segar, sagu, kasbi, daun ubi, rempah (pala, cengkih), hasil hutan, dan kerajinan tangan.
Belanja kuliner seperti papeda, ikan bakar rica-rica, dan kue tradisional sangat populer di pasar.
c. Sistem Pranata Sosial dalam Jual Beli
Kekerabatan: Seringkali jual beli terjadi dalam jaringan keluarga atau komunitas yang saling percaya.
Noken dan bungkusan alami: Penggunaan daun atau keranjang tradisional masih lazim untuk membungkus barang.
d. Era Digital (Mulai Berkembang)
Platform online seperti media sosial mulai digunakan UMKM dan penjual untuk menjajakan produk, tapi masih didominasi sistem COD (Cash on Delivery).
E-commerce seperti degudegu.id hadir sebagai solusi modernisasi cara jual beli, tetapi tetap perlu pendekatan kultural yang akrab bagi masyarakat.